24 Des 2013

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck


Orang barat boleh bangga dengan Titanic, tapi Indonesia harus lebih bangga dengan adanya film yang diangkat dari sebuah novel terbitan 1963 hasil tulisan Buya Hamka. "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck".

tak kalah mengharukan kisah cintanya Hayati dan Zainuddin dibandingkan dengan kisah cinta Rose dan Jack.
film ini disajikan dengan memamerkan salah satu keindahan surganya Indonesia.
Film ini tentang semangat juang Zainuddin, bagaimana merana dan melaratnya hidup Zainuddin setelah cintanya ditolak oleh keluarga Hayati. Kemudian beliau bangkit kembali dari segala kedukaan, membuka lembaran baru dalam hidupnya menjadi seorang penulis yang ternama dan berjaya. Ia menceritakan tentang kesetiaan, cinta dan kasihnya Zainuddin terhadap Hayati. Meski Hayati sudah menikah tetapi Zainuddin masih berbaik hati pada Hayati, lantaran suaminya yang suka berpoya-poya serta tidak bertanggung-jawab, Zainuddin terus membantu tanpa ada dendam dan benci. Sesungguhnya cinta yang suci itu akan terus mekar di dalam hati hingga ke ujung nyawa begitulah cinta antara Zainuddin dan Hayati.



sedikit bercerita :


Pemuda yang sejak kecil menjadi yatim piatu itu berangkat ke Batipuh di Tanah Minang untuk mengenal negeri kelahiran ayahnya sekaligus menuntut ilmu.
Dalam budaya Minang yang menganut garis keturunan ibu, Zainuddin yang ibunya berdarah Bugis tak dianggap bersuku Minang. Sebaliknya, di Makassar pun ia bukan dianggap bangsa Bugis karena berayah Minang.

Di Batipuh, pemuda miskin yang dianggap tak bersuku itu jatuh hati pada Hayati (Pevita Pearce), gadis keturunan pemuka adat. Kisah cinta ini terjalin dengan tatapan mata, senyum tersipu, dan terutama surat-menyurat.

"Tangan yang begitu halus, mata penuh kejujuran itu tak akan menyakitkan hati. Percayalah bahwa hatiku baik. Sukar engkau akan bertemu hati yang begini bersih lantaran senantiasa dibasuh air mata kemalangan sejak lahir," tulis Zainuddin dalam salah satu suratnya untuk Hayati.

Cinta itu berbalas. Namun, Zainuddin diusir dari Batipuh karena percintaan santun kedua insan ini tak dianggap pantas. Ia pun berangkat ke Padang Panjang.

Lalu, cerita bergulir membawa cinta mereka dalam kemalangan. Zainuddin pindah ke Batavia dan kemudian bertemu lagi dengan pujaannya itu di Surabaya. Bahkan, ketika pemuda ini telah bergelimang harta, hatinya tetap melarat karena harapan akan Hayati yang hilang.

Pentingnya asal suku dan garis keturunan dipotret dengan baik di sini. Di sisi lain, berpegang pada adat dan tradisi pun membentur tantangan di tengah arus perubahan zaman oleh gelombang budaya kolonial Belanda.

Dalam novel ini, Hamka mengkritik beberapa tradisi yang dilakukan oleh masyarakat pada saat itu terutama mengenai kawin paksa. Kritikus sastra Indonesia Bakri Siregar menyebut Van der Wijck sebagai karya terbaik Hamka, meskipun pada tahun 1962 novel ini dituding sebagai plagiasi dari karya Jean-Baptiste Alphonse Karr berjudul Sous les Tilleuls (1832).


Diterbitkan sebagai novel pada tahun 1939, Tenggelamnya Kapal Van der Wijck terus mengalami cetak ulang sampai saat sekarang. Novel ini juga diterbitkan dalam bahasa Melayu sejak tahun 1963 dan telah menjadi bahan bacaan wajib bagi siswa sekolah di Indonesia dan Malaysia. Sekolah saya salah satunya, karena saya mengambil jurusan bahasa maka mau tidak mau harus tau sastra-sastra zaman dahulu. Dan jujur saya awalnya tidak tertarik dengan novel ini, tapi karena tuntutan jurusan akhirnya saya membacanya. Dan setelah membaca ada penyesalan dalam hati, kenapa tidak dari dulu membacanya =D


Terima kasih banyak kepada  Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan nama Hamka. Karyamu abadi sepanjang masa, se-abadi cinta Zainuddin dan Hayati ~~~

watched with  +Lian Kosasih 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar